Uncategorized

Mengenang Seorang Mujahidah Dakwah, Dr. Munirah Said Sp.PD Rahimahallah


Jika hari ini engkau ditakdirkan tiada,
seperti apa engkau ingin dikenang?
Akankah ketiadaanmu akan ditangisi?
Akankah ketiadaanmu menyisakan arti?
Dahulu, orang-orang shaleh tak pernah ingin dikenang
Sebab kenangan tak punya arti apa-apa.
Mereka berbuat tidak untuk dikenang,
Tapi demi sebuah janji:
Perjumpaan di Surga dan menatap Wajah Allah.”

Hari itu –entah beberapa tahun yang silam-, perjuangan dakwah yang selama ini kita usung dapat sedikit bernafas lega. Hari itu, setelah sekian lama perjuangan ini menunggu, akhirnya lahirlah seorang ukhti pejuang dengan sebuah skill yang sangat dibutuhkan dalam perjuangan ini. Telah lahir seorang mujahidah dengan sebuah kemampuan yang selama ini dirindukan oleh para pejuang muslimah. Yah, hari itu telah lahir seorang mujahidah spesialis penyakit dalam (internist) bernama Munirah Said…

Hari itu –entah beberapa tahun yang silam-, para akhawat dan ummahat kita dapat tersenyum dan bernafas lega. Jika saatnya Allah menakdirkan mereka sakit, mereka tidak perlu lagi berkonsultasi dengan dokter-dokter pria. Bahkan ketika anak-anak mereka sakit, mereka tidak lagi pusing untuk dibawa ke mana karena “Dokter Munirah!”, itulah jawabannya.

***

Hari itu, seorang ikhwah mengantar istrinya yang sakit menemui Sang Dokter itu. Seperti biasa, sebuah sambutan yang hangat menyapa mereka. Ketika sesi konsultasi pun dimulai, meluncurlah keluhan sang ummu kepada Sang Dokter. Dan Sang Dokter dengan tulus memberikan saran-sarannya. Di akhir sesi konsultasi, Dokter Munirah menuliskan resep, dan ketika sang ummu bersiap membayar, “Jangan maki, Ummu…,” ujar dokter tulus itu dengan lembut.

Pada kali yang lain, seorang adik yang juga dokter menceritakan bahwa Dokter Munirah terlihat sibuk di salah satu rumah sakit di Makassar mengantar dan mendampingi seorang pasien melakukan pemeriksaan. Dan tidak hanya itu, Sang Dokter kita itu bahkan membantu sang pasien agar tidak dibebani biaya sepeser pun!

Di mana Anda bisa menemukan seorang dokter spesialis yang rela (baca: bela-belain) mengurus 1 orang pasien (sekali lagi: 1 orang pasien!) di sebuah rumah sakit, bahkan membantunya agar bebas biaya?? Anda benar. Di tengah ratusan dokter yang mungkin hanya sibuk berpikir bagaimana “mengembalikan modal”nya selama ini, mungkin hanya ada satu Dokter Munirah!

Kejadian-kejadian seperti itu sudah tidak terhitung lagi. Bukan hanya tidak perlu membayar, terkadang kita juga tanpa pandang waktu di saat mendesak menelpon Sang Dokter baik hati itu untuk memeriksa istri atau anak-anak kita. Dan ia tidak pernah menolak. Jika ia tidak bisa saat itu, ia akan mengaturkan waktu yang tepat untuk kita. Terkadang dengan semua kelelahannya setelah seharian mengurus pasien-pasiennya yang lain, pada jam 10 malam pun ia masih berkenan membukakan ruang konsultasinya untuk kita.

Dan ini mungkin hanya setitik dari sekian banyak kebaikan-kebaikannya…

Ia mungkin bukan seorang akhawat pengurus. Bukan pula seorang ustadzah atau murabbiyah. Bukan pula orang yang biasa mengisi majlis ta’lim. Bukan pula orang yang pandai merangkai kata dengan pena yang ia miliki. Bukan pula seorang kaya raya. Ia “hanya” seorang dokter. Seorang dokter yang sederhana.

Ia “hanya” seorang dokter di antara puluhan ribu dokter yang ada di dunia ini. Tapi ia memiliki sebuah keikhlasan. Ia memiliki ketulusan yang sulit untuk diukur. Ia memiliki kelapangan hati sedemikian luas. Dengan itulah ia berdakwah kepada kita. Dan itulah yang membuatnya dicintai oleh begitu banyak hamba Allah. Itulah yang membuatnya dikenang oleh begitu banyak pejuang agama Allah. Dan itulah yang membuat air mata para ustadz, ikhwah dan akhawat menetes saat melepaskan kepergiannya…

***

Hari itu adalah hari Rabu. Tepat tanggal 7 Juli 2010 menurut penanggalan Miladiyah…

Tepat pukul 01.30 dini hari…

Kita melepaskan kepergian seorang mujahidah yang sejak bertahun-tahun silam kehadirannya selalu dinanti-nantikan oleh perjuangan dakwah ini. Hari ini kita harus merelakan kepergiannya sembari menggugat para dokter akhawat kita untuk melanjutkan semangat perjuangannya…

Hari ini, kita tidak lagi mendengar penolakan halus dan tulus Dokter yang mulia itu terhadap lembaran-lembaran rupiah usang yang dengan susah payah kita kumpulkan dari sisa-sisa kafalah kita yang tak seberapa…

Hari ini, jika anak dan istri kita jatuh sakit, setelah bertawakkal pada Allah, kita harus kembali berpikir keras untuk membawanya ke dokter mana lagi…

Tapi yang pasti, kepergian al-Thabibah al-Karimah (Sang dokter yang mulia, begitu Ustadz Yusran menyebut beliau dalam sms-nya kepada saya) itu telah mengajarkan kita betapa pentingnya untuk selalu berusaha menjadi seorang hamba yang ikhlas, tulus dan selalu berlapang dada kepada orang lain. Itu sungguh-sungguh akan membuat kita menjadi hamba yang dicintai oleh semua yang ada di langit dan bumi.

Selamat jalan, Dokter Munirah…

Engkau telah menuntaskan perjuanganmu usai hingga di sini.

Semoga kelak kita dapat berjumpa di Surga-Nya dan mengenang kembali saat-saat dimana engkau memeriksa kesehatan anak-istri kami di dunia ini dan menolak apa yang seharusnya engkau terima dari kami…

Dari dunia yang fana ini, kami hanya bisa mengucapkan: JazakiLlahu ‘anna wa ‘an al-Islam khairan.

***

Ditulis oleh : Ustadz Muhammad Ihsan Zainuddin, Lc, M.Si

Satu tanggapan untuk “Mengenang Seorang Mujahidah Dakwah, Dr. Munirah Said Sp.PD Rahimahallah

Tinggalkan komentar